Perjuangan wanita berusia 27 tahun asal Ambon ini penuh dengan jalan terjal untuk mengajar di tanah Papua. Di Kota Injil, wanita yang beragama muslim ini harus beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Ia adalah Risna Hasanudin.
Selama menetap di desa Kobrey, Manokwari, Papua Barat, ia pun sampai tiga kali akan diperkosa. Kejadian malang tersebut terakhir menimpa Risna pada September tahun ini. Kendati banyak tantangan berat mengadang, Risna mengaku akan tetap bertekad untuk mencerdaskan masyarakat di daerah terpencil ini.
“Masyarakat disana begitu baik, solidaritasnya tinggi. Mereka mau menerima perubahan, itulah yang memotivasi saya untuk menetap di Papua,” ujar Risna penuh dengan keyakinan (30/10/2025).
Pada awal tahun lalu ia bersama dengan teman-temannya tengah berkunjung ke Papua. Risna ingin membuktikan apakah benar masyarakat Papua seperti yang telah didengungkan bahwa pendidikan disana begitu tertinggal.
Kemudian ia tiba di penduduk suku Arfak, Manokwari. Di sana Risna membuktikan bahwa cerita masyarakat tertinggal itu benar adanya. Bahkan untuk mengenal huruf pun mereka kesulitan. Akhirnya ia bersama dengan teman-temannya memutuskan untuk mengajar di Papua. Misi awalnya ialah penuntasan buta aksara di desa Kobrey.
Risna mengungkapkan, tidak mudah untuk mengajar masyarakat di Papua. Awalnya, penduduknya tidak punya keinginan kuat untuk menimba ilmu. Belajar adalah pilihan yang begitu dikesampingkan, masyarakat di sana lebih menyukai untuk pergi ke hutan mencari makan dan menghasilkan uang.
Bagi penduduk suku Arfak yang paling terpenting mereka dapat mencukupi kebutuhan makanan sehari-hari dan bertahan untuk tetap hidup. Namun melalui kerja keras dan kegigihannya ia pun berhasil mengumpulkan para orang tua khususnya ibu-ibu rumah tangga untuk diajarkan baca tulis.
Perempuan suku Arfak banyak yang putus sekolah dari mulai tingkat Sekolah Dasar, bahkan tidak jarang di antara mereka yang tidak mengenyam pendidikan. Satu kali mengajar, penduduk suku Arfak pun sudah merasa penat. Risna pun harus mendatangi masyarakat setempat dari rumah ke rumah. Risna mejelaskan betapa pentingnya pendidikan dan sayang jika akan ditinggalkan, secara perlahan mereka pun ingin kembali belajar.
Setelah membidik para ibu rumah tangga, Risna kemudian turut mengajar anak-anak di Papua. Risna mengatakan, dia harus memberikan pelajaran pada orang tuanya terlebih dahulu, agar mereka mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
Pengalaman mengajar bersama temannya pun tidak begitu lama, Risna mengatakan mereka hanya bertahan sekitar enam bulan. Kemudian keempat temannya memilih untuk kembali ke asalnya untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Sementara Risna menginginkan tetap tinggal bersama dengan masyarakat Papua dan berkeinginan kuat untuk terus mengajar.
Kepala desa Kobrey, Esap Inyomosi begitu senang dengan kehadiran Risna untuk membantu mengembangkan virus pentingnya pendidikan. Ia kemudian diberikan satu rumah untuk tempat tinggal dan sekaligus tempat mengajar.
Risna sendiri menjadi muslim satu-satunya selama tinggal di Desa Kobrey. Meskipun bermukim di pedalaman Risna masih bisa mendengar suara azan dari kejauhan. Datangnya sholat lima waktu pun ia dapat mengetahui dengan jelas melalui suara pengeras masjid.
Menurut Risma, masyarakat di sana juga begitu menghormati keyakinannya. Terkadang mereka mengingatkan Risna untuk cepat bergegas sholat saat azan telah berkumandang. Selain itu, penduduk di sana juga sering melarang Risna datang dalam perayaan adat, sebab makanan yang disuguhkan makanan haram.
Sayangnya di desa tersebut Risna kerap menerima perlakuan yang tak hangat. Ia sudah tiga kali hampir menjadi korban pemerkosaan. Pertama kali dia mendapatkan tindakaan tersebut pada tahun lalu, kemudian berlanjut pada Februari dan terakhir pada September 2015.
Saat itu, Risna baru saja mengajukan proposal untuk pengadaan buku-buku dari Kota menuju ke desa. Di jalan pulang, ia bertemu dengan sekumpulan pria yang berada dalam pengaruh alkohol. Ia sampai menerima satu bogem mentah yang jatuh di sebelah kiri atas kepalanya dalam kejadian nahas itu.
Kemudian Risna bangkit dan mencoba melawan kelimanya untuk bertindak lebih tegas agar mereka ketakutan. Menurut dia, apabila saat dalam keadaan tersebut dirinya lemah, maka ia akan semakin tersudutkan.
“Dia pukul saya di dahi, saya tidak boleh pingsan. Saya marah dengan suara besar lalu dia kabur, habis pukul saya. Orang Papua punya suara yang besar dan kasar, tapi kita jangan lembek kalau lembek bahaya,” kata Risna.
Risna pun telah mengadukan kejadian tersebut kepada kepolisian setempat. Ia mengatakan kemungkinan prosesnya akan memakan waktu yang lama. Selama tiga kali hampir diperkosa, ia pun merasa ketakutan dan ingin kembali pulang ke kampung halamannya.
Usai kejadian tersebut ibu-ibu rumah tangga pun banyak yang datang, Risna mengatakan mereka begitu sedih jika harus ditinggalkan wanita kelahiran tahun 1988 ini. Masyarakat meminta Risna untuk tetap tinggal untuk membantu mengajar di Desa Kobrey.
Kemudian pada akirnya, Risna memutuskan untuk tidak ingin lagi kembali pulang, masih ada misi pendidikan yang harus ia lanjutkan. Berbagai cobaan berat yang diterima Risna tak mengurungkan niatnya untuk terus mengajar. Kecintaannya pada masyarakat Papua sudah tak terbendung, Risna ingin terus memberikan ilmu kepada saudara setanah air.
Sementara untuk bertahan hidup di Papua, Risna bekerjasama dengan ibu-ibu di sana untuk membuat tas Noken yang terbuat dari akar tanaman. Hasilnya, ia bisa menjual kerajinan tersebut melalui Facebook maupun pesan Blackberry. Harga tas yang dijual berkisar dari Rp 20 ribu hingga Rp 300 ribu.
Risna begitu menikmati indahnya tinggal di Papua, apabila sudah menikah ia juga berencana tinggal bersama keluarga kecilnya di Desa Kobrey. Hingga kini Rumah Cerdas Perempuan Arfak sudah semakin berkembang. Dari murid 10 orang, sekarang bisa sampai dua Rukun Tetangga yang ikut serta. Bahkan kini sudah ada pengelompokkan, untuk orang tua, remaja dan anak-anak. Jam belajarnya juga dapat disesuaikan dengan keadaan disana.
“Ada yang harus kita perbuat disini, dengan misi kemanusiaan yang dibawa, saya akan membuat perubahan. Dari pada menunggu pemerintah terlalu lama, lebih baik kita saja,” kata Risna.
Sarjana lulusan Universitas Pattimura Maluku ini ingin mencerdasakan suku Arfak, sebab hingga sejauh ini penduduk yang sukses di sana adalah orang-orang pendatang. Baru-baru ini ia juga menerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2015 dari PT Astra International, Risna dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia pendidikan Indonesia.
Selama menetap di desa Kobrey, Manokwari, Papua Barat, ia pun sampai tiga kali akan diperkosa. Kejadian malang tersebut terakhir menimpa Risna pada September tahun ini. Kendati banyak tantangan berat mengadang, Risna mengaku akan tetap bertekad untuk mencerdaskan masyarakat di daerah terpencil ini.
“Masyarakat disana begitu baik, solidaritasnya tinggi. Mereka mau menerima perubahan, itulah yang memotivasi saya untuk menetap di Papua,” ujar Risna penuh dengan keyakinan (30/10/2025).
Pada awal tahun lalu ia bersama dengan teman-temannya tengah berkunjung ke Papua. Risna ingin membuktikan apakah benar masyarakat Papua seperti yang telah didengungkan bahwa pendidikan disana begitu tertinggal.
Kemudian ia tiba di penduduk suku Arfak, Manokwari. Di sana Risna membuktikan bahwa cerita masyarakat tertinggal itu benar adanya. Bahkan untuk mengenal huruf pun mereka kesulitan. Akhirnya ia bersama dengan teman-temannya memutuskan untuk mengajar di Papua. Misi awalnya ialah penuntasan buta aksara di desa Kobrey.
Risna mengungkapkan, tidak mudah untuk mengajar masyarakat di Papua. Awalnya, penduduknya tidak punya keinginan kuat untuk menimba ilmu. Belajar adalah pilihan yang begitu dikesampingkan, masyarakat di sana lebih menyukai untuk pergi ke hutan mencari makan dan menghasilkan uang.
Bagi penduduk suku Arfak yang paling terpenting mereka dapat mencukupi kebutuhan makanan sehari-hari dan bertahan untuk tetap hidup. Namun melalui kerja keras dan kegigihannya ia pun berhasil mengumpulkan para orang tua khususnya ibu-ibu rumah tangga untuk diajarkan baca tulis.
Perempuan suku Arfak banyak yang putus sekolah dari mulai tingkat Sekolah Dasar, bahkan tidak jarang di antara mereka yang tidak mengenyam pendidikan. Satu kali mengajar, penduduk suku Arfak pun sudah merasa penat. Risna pun harus mendatangi masyarakat setempat dari rumah ke rumah. Risna mejelaskan betapa pentingnya pendidikan dan sayang jika akan ditinggalkan, secara perlahan mereka pun ingin kembali belajar.
Setelah membidik para ibu rumah tangga, Risna kemudian turut mengajar anak-anak di Papua. Risna mengatakan, dia harus memberikan pelajaran pada orang tuanya terlebih dahulu, agar mereka mengetahui betapa pentingnya pendidikan.
Pengalaman mengajar bersama temannya pun tidak begitu lama, Risna mengatakan mereka hanya bertahan sekitar enam bulan. Kemudian keempat temannya memilih untuk kembali ke asalnya untuk melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Sementara Risna menginginkan tetap tinggal bersama dengan masyarakat Papua dan berkeinginan kuat untuk terus mengajar.
Kepala desa Kobrey, Esap Inyomosi begitu senang dengan kehadiran Risna untuk membantu mengembangkan virus pentingnya pendidikan. Ia kemudian diberikan satu rumah untuk tempat tinggal dan sekaligus tempat mengajar.
Risna sendiri menjadi muslim satu-satunya selama tinggal di Desa Kobrey. Meskipun bermukim di pedalaman Risna masih bisa mendengar suara azan dari kejauhan. Datangnya sholat lima waktu pun ia dapat mengetahui dengan jelas melalui suara pengeras masjid.
Menurut Risma, masyarakat di sana juga begitu menghormati keyakinannya. Terkadang mereka mengingatkan Risna untuk cepat bergegas sholat saat azan telah berkumandang. Selain itu, penduduk di sana juga sering melarang Risna datang dalam perayaan adat, sebab makanan yang disuguhkan makanan haram.
Sayangnya di desa tersebut Risna kerap menerima perlakuan yang tak hangat. Ia sudah tiga kali hampir menjadi korban pemerkosaan. Pertama kali dia mendapatkan tindakaan tersebut pada tahun lalu, kemudian berlanjut pada Februari dan terakhir pada September 2015.
Saat itu, Risna baru saja mengajukan proposal untuk pengadaan buku-buku dari Kota menuju ke desa. Di jalan pulang, ia bertemu dengan sekumpulan pria yang berada dalam pengaruh alkohol. Ia sampai menerima satu bogem mentah yang jatuh di sebelah kiri atas kepalanya dalam kejadian nahas itu.
Kemudian Risna bangkit dan mencoba melawan kelimanya untuk bertindak lebih tegas agar mereka ketakutan. Menurut dia, apabila saat dalam keadaan tersebut dirinya lemah, maka ia akan semakin tersudutkan.
“Dia pukul saya di dahi, saya tidak boleh pingsan. Saya marah dengan suara besar lalu dia kabur, habis pukul saya. Orang Papua punya suara yang besar dan kasar, tapi kita jangan lembek kalau lembek bahaya,” kata Risna.
Risna pun telah mengadukan kejadian tersebut kepada kepolisian setempat. Ia mengatakan kemungkinan prosesnya akan memakan waktu yang lama. Selama tiga kali hampir diperkosa, ia pun merasa ketakutan dan ingin kembali pulang ke kampung halamannya.
Usai kejadian tersebut ibu-ibu rumah tangga pun banyak yang datang, Risna mengatakan mereka begitu sedih jika harus ditinggalkan wanita kelahiran tahun 1988 ini. Masyarakat meminta Risna untuk tetap tinggal untuk membantu mengajar di Desa Kobrey.
Kemudian pada akirnya, Risna memutuskan untuk tidak ingin lagi kembali pulang, masih ada misi pendidikan yang harus ia lanjutkan. Berbagai cobaan berat yang diterima Risna tak mengurungkan niatnya untuk terus mengajar. Kecintaannya pada masyarakat Papua sudah tak terbendung, Risna ingin terus memberikan ilmu kepada saudara setanah air.
Sementara untuk bertahan hidup di Papua, Risna bekerjasama dengan ibu-ibu di sana untuk membuat tas Noken yang terbuat dari akar tanaman. Hasilnya, ia bisa menjual kerajinan tersebut melalui Facebook maupun pesan Blackberry. Harga tas yang dijual berkisar dari Rp 20 ribu hingga Rp 300 ribu.
Risna begitu menikmati indahnya tinggal di Papua, apabila sudah menikah ia juga berencana tinggal bersama keluarga kecilnya di Desa Kobrey. Hingga kini Rumah Cerdas Perempuan Arfak sudah semakin berkembang. Dari murid 10 orang, sekarang bisa sampai dua Rukun Tetangga yang ikut serta. Bahkan kini sudah ada pengelompokkan, untuk orang tua, remaja dan anak-anak. Jam belajarnya juga dapat disesuaikan dengan keadaan disana.
“Ada yang harus kita perbuat disini, dengan misi kemanusiaan yang dibawa, saya akan membuat perubahan. Dari pada menunggu pemerintah terlalu lama, lebih baik kita saja,” kata Risna.
Sarjana lulusan Universitas Pattimura Maluku ini ingin mencerdasakan suku Arfak, sebab hingga sejauh ini penduduk yang sukses di sana adalah orang-orang pendatang. Baru-baru ini ia juga menerima penghargaan Satu Indonesia Awards 2015 dari PT Astra International, Risna dianggap sebagai orang yang paling berpengaruh di dunia pendidikan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar